Wednesday, September 3, 2014

Teori Dramaturgi Erving Goffman

Erving Goffman mengungkapakan teori tentang kehidupan seseorang yang disebut sebagai Dramaturgi. Menurut Erving Goffman,  kehidupan sosial seperti pertunjukan drama pentas atau film. Dalam hal ini gambaran dari peran seseorang yang berinteraksi dan berhubungan dalam kenyataan sosial melalui jalan cerita yang telah dibuat oleh orang yang menentukan jalan cerita pementasan drama tersebut atau di dalam film. Jadi, kehidupan sosial digambarkan seperti panggung sandiwara. Individu menampilkan suatu pertunjukan kepada orang lain dan kesan yang dihasilkan adalah berbeda-beda. Jadi, ketika orang sedang memainkan peran sebagai orang lain dalam pentas drama belum tentu kehidupan nyata yang Ia alami sama dengan cerita yang dibuat dalam pementasan drama tersebut. Karena yang mengetahui sifat dan kehidupan seseorang adalah diri sendiri.
Menurut Goffman, teori dramaturgi ini dibedakan menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu panggung depan (front stage). Yang dimaksud gengan panggung depan yaitu seseorang memainkan peran yang bukan asli di hadapan seseorang. Misal di dalam film To The Beautiful You (Korean Film) Gadis yang bernama Go Jae Hee rela masuk ke sekolah dan asrama khusus laki-laki hanya untuk membantu Kim Tae Joon untuk bangkit dari keterpurukan penyakitnya dan mau untuk menjadi atlet lompat tinggi lagi. Go Jae Hee berperan sebagai laki-laki pada umumnya, namun sebenarnya Ia adalah perempuan. Panggung depan dibagi menjadi dua, yaitu front pribadi dan setting front pribadi. Front pribadi mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh pelaku. Misal pelaku berbicara sopan kepada orang tua, padahal yang sebenarnya pelaku lebih suka berbicara keras dan pelaku juga pintar mengekspresikan dirinya sesuai tempat dan lawan bicara pelaku. Sedangkan setting front pribadi yaitu seperti peralatan yang dibawa oleh pelaku dalam pementasan tersebut. Misal seorang arsitektur, ketika di kantor Ia mengenakan jas untuk bekerja namun ketika sedang menjalankan proyek bangunan maka arsitek tersebut mengenakan pakaian yang sesuai dengan tempat ia bekerja.
Kemudian Bagian Kedua yaitu back stage (panggung belakang). Maksudnya yaitu yang dapat mengetahui kehidupan sosial sesungguhnya adalah dirinya sendiri bukan orang lain. Jadi ketika orang bertanya kepada orang lain bagaimana sifat pelaku yang sesungguhnya itu bisa jadi adalah front stage dari pelaku untuk mengetahui dirinya melalui orang lain. Namun pada kenyataannya yang mengetahui sifat seseorang adalah diri sendiri.


Fenomena Sosial
            Contoh kasus adalah seorang pengemis yang seringkali kita jumpai di belakang gerbang FIS UNNES yang berpakaian lusuh selalu menampakkan wajah sedihnya ke setiap orang untuk menerima rasa empati berupa materi. Tidak peduli kotor, bau, atau berpenampilan kumuh. Mereka melakukan hal seperti itu sebagai aktor panggung depan karena sedang memainkan peran layaknya seorang pengemis yang sesungguhnya demi mendapatkan materi. Berbeda dengan panggung belakangnya, para pengemis menjalani kehidupan seperti orang pada umumnya ketika sedang berada dirumahnya.
            Selebriti juga merupakan salah satu contoh kasus yang berkaitan dengan Teori Dramaturgi, misalnya Ustadz Guntur Bumi. Ustadz Guntur Bumi mengalami kasus yang besar, Ia terlibat dalam pengobatan alternatif yang membuat pasien mengeluarkan banyak uang dan cara pengobatan kurang sesuai dengan syari’at Islam. Masalah tersebut sangatlah serius dan membuat UGB beserta keluarganya terpukul. Karena banyak pasien yang mengeluh dan meminta untuk ganti rugi ataupun meminta UGB mengembalikan uang pengobatan. Namun sebagai selebriti sekaligus Ustadz, Ia berusaha untuk menjaga penampilan dan syari’at ilsam dalam kehidupannya. Ia tak ingin di depan masyarakat terlihat sebagai Ustadz yang sedang bermasalah. Dalam menyikapi masalah ini UGB tetap memohon ampun kepada Allah dan meminta maaf kepada pasien yang merasa dirugikan. Tujuan Ia menyikapi seperti itu karena UGB ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia adalah Ustadz dan selebriti yang memiliki karakter tersendiri.
Contoh lainnya, yaitu seorang guru dan dosen. Pada saat di kelas, seorang guru dan dosen berperan sebagai pengajar dan pendidik. Mereka memberi berbagai peraturan dan tugas di kelas. Mereka membuat kesepakatan dengan siswa tentang proses belajar/perkuliahan dan punishment yang akan diberikan kepada siswa jika tidak sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan. Mereka melakukan tugas di kelas sesuai dengan peran mereka sebagai pengajar. Namun di luar perannya tersebut, mereka berperilaku seperti orang lain yang tidak memiliki peran sebagai pengajar. Misal seorang guru olahraga yang terkenal tegas dan disiplin di sekolah dan disegani oleh peserta didiknya. Namun ketika di luar sekolah guru olahraga tersebut menginginkan dekat dengan siswa sebagai teman untuk lebih memahami siswa tersebut. Sehingga guru tersebut mengetahui bagaimana harus bersikap dan memahami siswa dalam kelas maupun di luar kelas. Karena mengerti kondisi siswa penting dalam keberlangsungan proses belajar mengajar.


Analisa Contoh-contoh Kasus
Contoh-contoh kasus di atas berkaitan dengan teori dramaturgi yang dikemukak.n oleh Erving Goffman. Karena dari setiap peran di atas memiliki dua karakteristik, yaitu front stage dan back stage. Dimana dalam contoh kasus tersebut menjelaskan bagaimana kehidupan yang sesungguhnya dengan kehidupan yang tidak sebenarnya. Pada saat didepan umum, audiens menunjukkan karakteristik yang berbeda dengan karakteristik mereka saat berada di belakang panggung atau di luar tempat di mana mereka menunjukkan karakteristik front stage tersebut.
Seorang pengemis yang berada di gerbang belakang FIS UNNES yang selalu mengangkat tangannya dengan harapan ada beberapa orang yang baik hati untuk memberikan uang receh maupun kertas demi kelangsungan hidupnya. Setiap pengemis itu beroperasi maka akan memasang wajah yang lusuh, kumal dan memelas agar orang-orang yang melewati gerbang belakang FIS berbelas kasih kepadanya. Padahal pengemis itu masih sanggup untuk berjalan dan mencari pekerjaan lain, tetapi pengemis itu lebih suka menjadi seorang pengemis. Hal tersebut  Bisa dikarenakan memang orang itu malas bekerja atau orang itu sudah terlalu nyaman menjadi seorang pengemis karena pendapatan seorang pengemis tidak menentu. Terkadang jauh lebih banyak dibanding hasil dari seorang pengamen. Kita semua tidak tahu bagaimana kehidupan yang sebenarnya, bagaimana seorang pengemis itu jika di rumah maupun di tempat lain. Tetapi sudah banyak ditemukan fakta tentang pengemis yang berada di gerbang belakang FIS merupakan orang yang masih mampu. Setelah mengemis ada yang pernah melihat pengemis itu pulang dengan mengendarai motor maupun angkot. Sungguh memprihatinkan, seorang yang masih mampu malah menjadi pengemis dengan terus menerus dan di tempat yang sama. Dalam hal ini seorang pengemis sungguh pandai menerapkan teori dramaturgi dalam kehidupannya. Akan tetapi pengemis tersebut tidak menyadari bahwa ia sedang menerapkan teori dramaturgi dalam hidupnya. Ketika kita memberikan materi kita kepada pengemis itu, maka sama saja kita mendukung pekerjaan mereka sebagai pengemis. Alangkah lebih baik tidak memberi ketika memang sudah mengetahui bahwa pengemis itu masih mampu untuk melakukan pekerjaan lain. Dengan tidak memberikan materi maka kita sedikit menjelaskan kepada pengemis tersebut bahwa untuk tidak melakukan pekerjaan demikian dan agar pengemis berpikir untuk berhenti dalam pekerjaan tersebut karena tidak memiliki penghasilan dan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik. Sesungguhnya tangan di atas lebih baik daripada tangan yang selalu di bawah.
Kasus yang dialami oleh Ustadz Guntur Bumi sungguh memprihatinkan dan tidak adanya kejelasan. Karena kasus tersebut belum terselesaikan namun berita tentang kasus tersebut lambat laun semakin menghilang dan terdapat berita baru tentang selebriti yang lain. Dalam berita UGB dituduh sebagai Ustadz yang melakukan penipuan dengan cara pengobatan alternatif dan dianggap “melenceng” dari syariat islam. UGB mencoba menjelaskan kepada pasien, namun tak ada yang percaya. Tak ada yang tahu kebenaran dari kasus tersebut kecuali Sang Pencipta dan UGB sendiri. Karena yang mampu mengetahui back stage dari UGB hanya dirinya sendiri. Ketika berita tersebut masih sangat hangat, UGB dan keluarganya susah untuk ditemui. Dan sekali bisa ditemui UGB memperlihatkan karakter yang seperti tidak memiliki masalah. Di depan camera UGB terlihat santai dan tidak bersalah. Namun beberapa hari kemudian ketika ditemui oleh media massa, UGB terlihat sedih dan bingung. Ia menangis dan memohon ampun kepada Sang Pencipta serta meminta maaf kepada pasien yang merasa dirugikan. Di dalam berita tidak disebutkan apakah UGB mengganti rugi uang pasien ataukah tidak. Sesungguhnya yang mengetahui kebenarannya adalah UGB dan Sang Pencipta. Namun disini UGB juga mengalami kebingungan, apakah Ia terjebak dalam ajaran sesat pengobatan alternatif yang berkedok seorang ustadz ataukah memang pasien tersebut yang melebih-lebihkan cerita tentang dirinya dan pengobatannya.
Kemudian kasus yang ketiga yaitu guru dan dosen. Setiap manusia memainkan peran-peran tertentu dalam kehidupannya. Banyak guru dan dosen yang bersandiwara demi kebaikan bersama. Contohnya, seorang anak tidak akan memanggil ayahnya dengan “Ayah”, “Abi”, atau “Papi” ketika ia sedang mengikuti perkuliahan di mana sang ayah berperan sebagai dosen. Sebaliknya, sang ayah juga tidak akan memanggilnya dengan “nak”, atau “Sayang”. Namun keadaan otu akan berbeda ketika keduanya berada di rumah atau di luar kampus. Keduanya dapat saling memanggil nama kesayangan mereka. Sandiwara yang dilakukan ayah dan anak ini adalah demi kebaikan mereka dan peserta perkuliahan lainnya. Agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial dan apabila nanti berkaitan dengan nilai tidak dianggap pilih kasih. Hal tersebut juga dapat memicu semangat sang anak agar lebih giat belajar untuk meraih prestasi dengan usahanya sendiri. Dengan begitu tidak akan muncul pemikiran dari mahasiswa tentang diskriminasi. Karena anak dan ayah dalam kasus tersebut bisa profesional dalam pekerjaan dan sekolahnya. Bagaimana ketika sedang berada di dalam kelas yang sama maupun di kampus. Dan bagaimana seorang dosen bersikap ketika mahasiswa melakukan kesalahan. Jadi antara anaknya sendiri dan mahasiswa lain tidak dibeda-bedakan, karena ketika di kampus mereka sama-sama memiliki peran sebagai mahasiswa yang sedang mengemban ilmu demi bekal masa depan.

No comments:

Post a Comment